Aku sering menganggap, cinta itu sama saja dengan sandiwara
untuk mendapatkan kesenangan sesaat, mencari ketenaran, uang, kepuasan, dan
semua hal bodoh. Cinta hanya untuk orang-orang yang bodoh. Berapa banyak orang
yang rela melakukan hal bodoh dengan alasan cinta. Membunuh orang lain demi mendapakan
cinta, merampok, rela mati, berkorban, semua didasari alasan “cinta”.
Aku pernah jatuh cinta, pada beberapa orang, apa yang aku
rasakan, tidak ada, hanya beberapa kesengsaraan dan sedikit kerugian yang
kudapatkan. Untuk apa mempertahankan hal bodoh yang hanya membuat kita tak
karuan, tak menghasilkan apa-apa. Aku mencintai seseorang, tapi hanya
diperdaya, aku mencintai orang, tapi mereka hanya menganggapku gadis bodoh.
Aku tak memerlukan cinta.
Aku bisa hidup tanpa cinta. Aku bisa mendapatkan kebahagian
tanpa perlu cinta. Aku yakin itu. Sampai seuatu ketika, seseorang, seorang
lelaki, sahabatku, temanku, mengutarakan hal yang tak biasa. Aku yakin, dia
hanya bersenang-senang, dengan menggunakan alasan cinta, dan tanpa aku sadari,
ada sesuatu dalam cintanya.
Awalnya, aku mengira, dia hanya ingin seperti orang-orang
yang lainnya, sampai aku menyadari sesuatu dalam cintanya itu
meluluhkanku, mengubahku. Lelaki yang tak pernah ku sangka sebelumnya, memiliki
sesuatu yang mengubah cara pandangku. Dia bertindak dalam diamnya, tanpa ada
yang tahu, tanpa ada yang memperhatikan, sebuah ketulusan yang tersembunyi di
balik sosoknya yang sering kali diam.
Dia yang selalu mengerti aku, bahwa aku hanya kesepian. Aku menyadari
bahwa diriku penuh kebohongan, aku menjalani hidupku dengan semua sandiwara
yang dapat aku mainkan. Aku menutupi semua kebusukkan dalam diriku. Tapi,
ketika aku berada dihadapannya, semuanya semu, abu-abu, dan berkabut. Aku menyadari sesuatu itu. Ketulusan itu.
Untuk pertama kalinya, ada orang yang mebutuhkanku, ada
orang yang memperhatikanku, menegurku. Aku mulai merasa, satu persatu, semua
hiasan dan riasan di wajahku luntur. Dan aku mengoyak semua, kabut dalam
diriku, persetan dengan semuanya, aku hanya ingin bersamanya.
Dan, hari ini, aku tau, dan aku sadar, aku termasuk dalam
orang-orang bodoh yang aku sebutkan tadi. Aku melakukan semua itu mengatas
namakan “cinta”. Cinta, sebuah perasaan yang sangat tulus, menerimaku apa
adanya diriku, dengan semua kekuranganku, kemunafikanku, keangkuhanku,
keegoisanku, dan semua yang ada pada diriku. Cinta, itulah yang dia miliki,
cinta yang penuh ketulusan. Aku tau, kenapa semua orang selalu bahagia dengan
adanya cinta, aku tau, perasaan yang tak dapat aku abadikan dengan tulisan,
dengan lukisan, aku tidak bisa menceritakan itu, cinta itu, berkabut. Aku
memerlukan cintamu untuk terus melanjutkan hidupku.
0 komentar:
Posting Komentar