Hanya sebuah
cerita yang mengutamakan keegoisanku semata, dimana aku telah berjuang untuk bisa
mencintaimu namun hasilnya hanyalah sebuah kegagalan. Perasaan itu tak kunjung datang
meskipun berkali-kali aku merengkuhnya agar rasa itu ada pada dirimu, semuanya
berhembus seketika, menghilang dan usahaku menjadi sia-sia. Bisakah aku
mencintaimu Tuan ? Kau yang selalu menuruti apa yang kuinginkan dan selalu
berada disisiku apapun keadaanku, menerima apa adanya diriku dengan tulus.
Tapi, bisakah aku mencintaimu Tuan ?
Tak
pernah jantungku berdebar layaknya orang yang jatuh cinta, tak pernah aku
merasakan indahnya bersamamu, meskipun senyum dan tawa terbahak itu selalu
hadir ketika kita asik bercakap. Asik bercakap ? Pikiranku melayang jauh dari
tubuhku, ingin menyusul dirinya yang berada di tempat yang tinggi. Meskipun kau
memberikan seluruh isi semesta untukku, apa dayaku untuk membalasnya, membalas
perasaanmu saja aku kesakitan, aku hanya bisa meratapi semua benda itu, apa
yang akan ku lakukan, sedangkan jantung ini berdegup kencang untuk orang lain. Apakah.
. . . . aku mengkhianatimu, Tuan ?
Tidak,
aku selalu mengatakan bahwa aku sudah tidak memiliki rasa apapun padamu, rasa
itu sudah menghilang dan hanya tersisa ruang hampa. Semuanya tak sama seperti
lima tahun yang lalu Tuan, semua itu menghilang secara perlahan oleh paksaanmu
sendiri. Alasan mengapa kita bisa kembali dekat hanyalah kondisi ini yang
menyebabkan kita bertemu. Kondisi dimana aku terpuruk oleh cintaku sendiri. Kondisi
dimana aku tidak memiliki tempat pelarian lain selain dirimu, kondisi dimana
aku selalu meneteskan air mata setiap aku terbangun dari tidurku.
Mungkin tulisan ini akan menjadi pedang yang sangat
menusuk hatimu, tapi kumohon, ketahuilah, aku bukan Ana yang dulu Tuan, aku
selalu terpaksa dengan apa yang aku katakan, Tuan, tidakkah kau menyadarinya ?
Tuan, kau adalah lelaki cerdas dan pintar yang selama ini ku ketahui, kau
lelaki yang selalu berjuang untuk tujuanmu, kau lelaki yang akan tau jika
keadaan ini adalah keadaan keterpaksaanku saja. Jujurlah dengan keadaan ini,
aku tak sanggup lagi jika harus mengatakannya di hadapanmu, aku sudah terlalu
lelah dengan skenario tertawa ini, dua tahun dengan kondisi seperti ini
membuatku terpuruk. Tegakah aku mengatakannya, Tuan ? Tidak Tuan, ini sangat
memilukan untukku, dan aku tau ini akan sangat menyakitkan lagi untukmu, sangat
memilukan untukmu, aku yakin itu. Maafkan aku, tapi bagaimana dengan hatiku
yang terus menjerit ketika berusaha menerimamu seperti dulu, aku wanita dungu
yang tak tahu balas budi, aku tau, dan untuk itu maafkanlah aku Tuan. Aku tak
bisa membalas semua kasih sayangmu kecuali dengan senyuman ini.
Bolehkah aku jujur, Tuan ? aku selalu merindukan
orang yang tak pernah kau harapkan ada di dunia ini. Aku selalu mengharapkan
orang yang sangat kau benci itu Tuan, tapi apa dayaku, hati ini bukan aku yang
mengaturnya, hati ini tak pernah bertanya padaku siapa yang ingin aku cintai. Jikalaupun
aku bisa memilih, aku akan memilihku Tuan, dengan semua pengorbananmu yang tak
tertandingi oleh pria manapun yang mencintai wanitanya. Tapi Tuan, sungguh
bukan aku yang mengatur hati ini, aku tak pernah bisa mencintamu bagaiamanpun
aku berusaha selama hampir dua tahun ini. Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan.
Kata-kata ini akan menjadi pedang terperih dalam hidupmu.
Aku berusaha, aku berusaha Tuan. Aku berusaha
mencintaimu setulus mungkin, semurni mungkin, sebagai balasan materi, kasih sayang,
dan semua waktumu untukku. Tapi sungguh Tuan, apalah dayaku, jantung ini
berdegup kencang tidak untukmu. Aku tidak bisa terus memendam ini selamanya,
ini sudah terlalu lama untukku terus berusaha dalam upaya mencintaimu, bukankah
dua tahun adalah waktu yang lama untuk membiasakan diri denganmu, agar cinta
itu muncul ? Bukankah ini akan terus menyakitiku jika aku tetap bertahan ?
izinkan aku menulisnya, izinkan aku mengungkapkannya, ini begitu menyiksaku
ketika aku tahu bahwa cintaku tetaplah pada orang yang sama selama dua tahun
ini, bukan untukmu Tuan. Bagaimana aku bisa mencintaimu kalau hatiku terus
memikirkan yang lain, bukan dirimu, dan itu berlangsung selama dua tahun, Tuan.