Minggu, 20 Maret 2016

Tuan



 Hanya sebuah cerita yang mengutamakan keegoisanku semata, dimana aku telah berjuang untuk bisa mencintaimu namun hasilnya hanyalah sebuah kegagalan. Perasaan itu tak kunjung datang meskipun berkali-kali aku merengkuhnya agar rasa itu ada pada dirimu, semuanya berhembus seketika, menghilang dan usahaku menjadi sia-sia. Bisakah aku mencintaimu Tuan ? Kau yang selalu menuruti apa yang kuinginkan dan selalu berada disisiku apapun keadaanku, menerima apa adanya diriku dengan tulus. Tapi, bisakah aku mencintaimu Tuan ?
            Tak pernah jantungku berdebar layaknya orang yang jatuh cinta, tak pernah aku merasakan indahnya bersamamu, meskipun senyum dan tawa terbahak itu selalu hadir ketika kita asik bercakap. Asik bercakap ? Pikiranku melayang jauh dari tubuhku, ingin menyusul dirinya yang berada di tempat yang tinggi. Meskipun kau memberikan seluruh isi semesta untukku, apa dayaku untuk membalasnya, membalas perasaanmu saja aku kesakitan, aku hanya bisa meratapi semua benda itu, apa yang akan ku lakukan, sedangkan jantung ini berdegup kencang untuk orang lain. Apakah. . . . . aku mengkhianatimu, Tuan ?
            Tidak, aku selalu mengatakan bahwa aku sudah tidak memiliki rasa apapun padamu, rasa itu sudah menghilang dan hanya tersisa ruang hampa. Semuanya tak sama seperti lima tahun yang lalu Tuan, semua itu menghilang secara perlahan oleh paksaanmu sendiri. Alasan mengapa kita bisa kembali dekat hanyalah kondisi ini yang menyebabkan kita bertemu. Kondisi dimana aku terpuruk oleh cintaku sendiri. Kondisi dimana aku tidak memiliki tempat pelarian lain selain dirimu, kondisi dimana aku selalu meneteskan air mata setiap aku terbangun dari tidurku.
Mungkin tulisan ini akan menjadi pedang yang sangat menusuk hatimu, tapi kumohon, ketahuilah, aku bukan Ana yang dulu Tuan, aku selalu terpaksa dengan apa yang aku katakan, Tuan, tidakkah kau menyadarinya ? Tuan, kau adalah lelaki cerdas dan pintar yang selama ini ku ketahui, kau lelaki yang selalu berjuang untuk tujuanmu, kau lelaki yang akan tau jika keadaan ini adalah keadaan keterpaksaanku saja. Jujurlah dengan keadaan ini, aku tak sanggup lagi jika harus mengatakannya di hadapanmu, aku sudah terlalu lelah dengan skenario tertawa ini, dua tahun dengan kondisi seperti ini membuatku terpuruk. Tegakah aku mengatakannya, Tuan ? Tidak Tuan, ini sangat memilukan untukku, dan aku tau ini akan sangat menyakitkan lagi untukmu, sangat memilukan untukmu, aku yakin itu. Maafkan aku, tapi bagaimana dengan hatiku yang terus menjerit ketika berusaha menerimamu seperti dulu, aku wanita dungu yang tak tahu balas budi, aku tau, dan untuk itu maafkanlah aku Tuan. Aku tak bisa membalas semua kasih sayangmu kecuali dengan senyuman ini.
Bolehkah aku jujur, Tuan ? aku selalu merindukan orang yang tak pernah kau harapkan ada di dunia ini. Aku selalu mengharapkan orang yang sangat kau benci itu Tuan, tapi apa dayaku, hati ini bukan aku yang mengaturnya, hati ini tak pernah bertanya padaku siapa yang ingin aku cintai. Jikalaupun aku bisa memilih, aku akan memilihku Tuan, dengan semua pengorbananmu yang tak tertandingi oleh pria manapun yang mencintai wanitanya. Tapi Tuan, sungguh bukan aku yang mengatur hati ini, aku tak pernah bisa mencintamu bagaiamanpun aku berusaha selama hampir dua tahun ini. Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan. Kata-kata ini akan menjadi pedang terperih dalam hidupmu.
Aku berusaha, aku berusaha Tuan. Aku berusaha mencintaimu setulus mungkin, semurni mungkin, sebagai balasan materi, kasih sayang, dan semua waktumu untukku. Tapi sungguh Tuan, apalah dayaku, jantung ini berdegup kencang tidak untukmu. Aku tidak bisa terus memendam ini selamanya, ini sudah terlalu lama untukku terus berusaha dalam upaya mencintaimu, bukankah dua tahun adalah waktu yang lama untuk membiasakan diri denganmu, agar cinta itu muncul ? Bukankah ini akan terus menyakitiku jika aku tetap bertahan ? izinkan aku menulisnya, izinkan aku mengungkapkannya, ini begitu menyiksaku ketika aku tahu bahwa cintaku tetaplah pada orang yang sama selama dua tahun ini, bukan untukmu Tuan. Bagaimana aku bisa mencintaimu kalau hatiku terus memikirkan yang lain, bukan dirimu, dan itu berlangsung selama dua tahun, Tuan.

Sabtu, 11 Oktober 2014

Muhammad Alauddin



Aku sering menganggap, cinta itu sama saja dengan sandiwara untuk mendapatkan kesenangan sesaat, mencari ketenaran, uang, kepuasan, dan semua hal bodoh. Cinta hanya untuk orang-orang yang bodoh. Berapa banyak orang yang rela melakukan hal bodoh dengan alasan cinta. Membunuh orang lain demi mendapakan cinta, merampok, rela mati, berkorban, semua didasari alasan “cinta”.
Aku pernah jatuh cinta, pada beberapa orang, apa yang aku rasakan, tidak ada, hanya beberapa kesengsaraan dan sedikit kerugian yang kudapatkan. Untuk apa mempertahankan hal bodoh yang hanya membuat kita tak karuan, tak menghasilkan apa-apa. Aku mencintai seseorang, tapi hanya diperdaya, aku mencintai orang, tapi mereka hanya menganggapku gadis bodoh.
Aku tak memerlukan cinta.
Aku bisa hidup tanpa cinta. Aku bisa mendapatkan kebahagian tanpa perlu cinta. Aku yakin itu. Sampai seuatu ketika, seseorang, seorang lelaki, sahabatku, temanku, mengutarakan hal yang tak biasa. Aku yakin, dia hanya bersenang-senang, dengan menggunakan alasan cinta, dan tanpa aku sadari, ada sesuatu dalam cintanya.
Awalnya, aku mengira, dia hanya ingin seperti orang-orang yang lainnya, sampai aku menyadari sesuatu dalam cintanya itu meluluhkanku, mengubahku. Lelaki yang tak pernah ku sangka sebelumnya, memiliki sesuatu yang mengubah cara pandangku. Dia bertindak dalam diamnya, tanpa ada yang tahu, tanpa ada yang memperhatikan, sebuah ketulusan yang tersembunyi di balik sosoknya yang sering kali diam.
Dia yang selalu mengerti aku, bahwa aku hanya kesepian. Aku menyadari bahwa diriku penuh kebohongan, aku menjalani hidupku dengan semua sandiwara yang dapat aku mainkan. Aku menutupi semua kebusukkan dalam diriku. Tapi, ketika aku berada dihadapannya, semuanya semu, abu-abu, dan berkabut.  Aku menyadari sesuatu itu. Ketulusan itu.
Untuk pertama kalinya, ada orang yang mebutuhkanku, ada orang yang memperhatikanku, menegurku. Aku mulai merasa, satu persatu, semua hiasan dan riasan di wajahku luntur. Dan aku mengoyak semua, kabut dalam diriku, persetan dengan semuanya, aku hanya ingin bersamanya.
Dan, hari ini, aku tau, dan aku sadar, aku termasuk dalam orang-orang bodoh yang aku sebutkan tadi. Aku melakukan semua itu mengatas namakan “cinta”. Cinta, sebuah perasaan yang sangat tulus, menerimaku apa adanya diriku, dengan semua kekuranganku, kemunafikanku, keangkuhanku, keegoisanku, dan semua yang ada pada diriku. Cinta, itulah yang dia miliki, cinta yang penuh ketulusan. Aku tau, kenapa semua orang selalu bahagia dengan adanya cinta, aku tau, perasaan yang tak dapat aku abadikan dengan tulisan, dengan lukisan, aku tidak bisa menceritakan itu, cinta itu, berkabut. Aku memerlukan cintamu untuk terus melanjutkan hidupku.

Senin, 24 Maret 2014

We are Honey and The Bee


Senin, 24 Desember 2012

Sehabis Purnama

Mereka mengaung, memanggil kawanan dengan berlari
melepaskan sepatu-sepatu mereka dan menginjak lumpur
saling memangku dan menarik
yang terjerat di lubang-lubang jebakan manusia licik
yang tersenyum disaat seseorang menderita
seperti dunia kecilku yang suram
menangkapku jika ku dibutuhkan dan seketika membuangku jika aku sudah menjadi busuk.
Sehabis purnamalah aku kembali, menjinjing batu-batu hitam
yang akan ditanamkan menjadi penghalang.
Sehabis purnama jualah, aku menjinjing daging-daging mereka.

In my Pink Bed

Aku menulis beberapa halaman cerita yang selalu ganjil, tentang hidupku dan aku, tidak lupa jiwaku, walau memang ini berbeda tapi tetap akan kutulis.
Malam ini tak seberapa gelap jika dibandingkan dengan hatiku. Aku meraung sendirian, aku tidak bisa berjalan dan berdiri malam ini, terbaring dengan jemari yang menari-nari di atas keyboard laptopku. Apa yang kutulis disini memang selalu sama dengan isi hatiku. Berbeda jika aku mengungkapkan di hadapan mereka. Seperti penipu saja.
Suasana pink tempat tidurku memang yang melembutkan. Walau semua warna ini selalu berbeda dengan diriku. Aku tak pernah bisa melepaskan coretan-coretan isi hatiku di dinding kamar ini. Seperti tempat terbaik di dunia. Aku bisa menjadi diriku sendiri tanpa takut ada yang peduli.

Jumat, 12 Oktober 2012

Sunyi

Sunyi memang sering ku alami tapi kadang, aku sendiri merasa asing dengan sepi itu. Tanpa teman. Namun aku tak bisa mengungkapkannya, mengatakannya kepada mereka, terlalu malu mengakuinya.

Jumat, 27 Juli 2012

My Blue Wall

Ketika langit-langit yang berwarna biru kini mulai memudar aku masih dapat merasakan biru itu dalam dinding-dindingku.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More