Sabtu, 11 Oktober 2014

Muhammad Alauddin



Aku sering menganggap, cinta itu sama saja dengan sandiwara untuk mendapatkan kesenangan sesaat, mencari ketenaran, uang, kepuasan, dan semua hal bodoh. Cinta hanya untuk orang-orang yang bodoh. Berapa banyak orang yang rela melakukan hal bodoh dengan alasan cinta. Membunuh orang lain demi mendapakan cinta, merampok, rela mati, berkorban, semua didasari alasan “cinta”.
Aku pernah jatuh cinta, pada beberapa orang, apa yang aku rasakan, tidak ada, hanya beberapa kesengsaraan dan sedikit kerugian yang kudapatkan. Untuk apa mempertahankan hal bodoh yang hanya membuat kita tak karuan, tak menghasilkan apa-apa. Aku mencintai seseorang, tapi hanya diperdaya, aku mencintai orang, tapi mereka hanya menganggapku gadis bodoh.
Aku tak memerlukan cinta.
Aku bisa hidup tanpa cinta. Aku bisa mendapatkan kebahagian tanpa perlu cinta. Aku yakin itu. Sampai seuatu ketika, seseorang, seorang lelaki, sahabatku, temanku, mengutarakan hal yang tak biasa. Aku yakin, dia hanya bersenang-senang, dengan menggunakan alasan cinta, dan tanpa aku sadari, ada sesuatu dalam cintanya.
Awalnya, aku mengira, dia hanya ingin seperti orang-orang yang lainnya, sampai aku menyadari sesuatu dalam cintanya itu meluluhkanku, mengubahku. Lelaki yang tak pernah ku sangka sebelumnya, memiliki sesuatu yang mengubah cara pandangku. Dia bertindak dalam diamnya, tanpa ada yang tahu, tanpa ada yang memperhatikan, sebuah ketulusan yang tersembunyi di balik sosoknya yang sering kali diam.
Dia yang selalu mengerti aku, bahwa aku hanya kesepian. Aku menyadari bahwa diriku penuh kebohongan, aku menjalani hidupku dengan semua sandiwara yang dapat aku mainkan. Aku menutupi semua kebusukkan dalam diriku. Tapi, ketika aku berada dihadapannya, semuanya semu, abu-abu, dan berkabut.  Aku menyadari sesuatu itu. Ketulusan itu.
Untuk pertama kalinya, ada orang yang mebutuhkanku, ada orang yang memperhatikanku, menegurku. Aku mulai merasa, satu persatu, semua hiasan dan riasan di wajahku luntur. Dan aku mengoyak semua, kabut dalam diriku, persetan dengan semuanya, aku hanya ingin bersamanya.
Dan, hari ini, aku tau, dan aku sadar, aku termasuk dalam orang-orang bodoh yang aku sebutkan tadi. Aku melakukan semua itu mengatas namakan “cinta”. Cinta, sebuah perasaan yang sangat tulus, menerimaku apa adanya diriku, dengan semua kekuranganku, kemunafikanku, keangkuhanku, keegoisanku, dan semua yang ada pada diriku. Cinta, itulah yang dia miliki, cinta yang penuh ketulusan. Aku tau, kenapa semua orang selalu bahagia dengan adanya cinta, aku tau, perasaan yang tak dapat aku abadikan dengan tulisan, dengan lukisan, aku tidak bisa menceritakan itu, cinta itu, berkabut. Aku memerlukan cintamu untuk terus melanjutkan hidupku.

Senin, 24 Maret 2014

We are Honey and The Bee


Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More